Ingsun Titip Alun-alun Kejaksan Cirebon Kih...

Ingsun Titip Alun-alun Kejaksan

Oleh: Drs.Suyanto
Radar Cirebon, Rabu Kliwon, 27 Maret 2013.

Tahukah Anda bahwa Alun-alun Kejaksan Kota Cirebon menyimpan sejarah peristiwa heroik? Di Alun-alun Kejaksan yang saat ini benasib merana, sesungguhnya tercatat bahwa Rakyat Cirebon memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia, sebelum naskah proklamasi tersebut dibacakan Soekarno-Hatta. Catat : Sebelum naskah proklamasi dibacakan Soekarno-Hatta.

Manakala siaran Radio BBC London memberitakan tentara Jepang telah menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945, seluruh masyarakat Cirebon menyambutnya dengan euforia. Dr. Sudarsono, aktivis Partai Sosialis Indonesia (PSI) di bawah Sutan Sjahrir, langsung membacakan teks proklamasi pada 15 Agustus 1945 di Alun-alun Kejaksan Cirebon. 

Tolak Taman Kota

Inti dari dari konsep Garden City (Taman Kota) yang diusung pencetusnya, Ebenezer Howard  adalah keseimbangan antara pemukiman dan tempat kerja. 

Howard menyatakan: It is not good to waste two hours daily in trains and buses and trams to and from the workshop, leaving no time nor energy for leisure or recreation. At Welwyn Garden City a man’s house will be near his work in a pure and healthy atmosphere. He will have time and energy after his work is done for leisure and recreation.

Saya mengerti tentang betapa pentingnya Taman Kota, tapi tempatnya harus dicarikan yang lain, bukan Alun-alun Kejaksan. Kalau kita mau kreatif, pasti bisa dapat tempat yang lebih pas.

Alun-alun (konsep dulu) sebenarnya sama dengan ekspresi dengan Taman Kota (Urban Park) dalam konsep barat. Alun-alun Kejaksan harus dipertahankan strukturnya, cukup dengan hamparan rumput yang Multi-Propose berfungsi dari sejak pagi-pagi hingga kembali ke dini hari bagi semua golongan masyarakat.

Dari filosofi tata ruangnya sudah sangat bagus, ada masjid di arah kiblat (Barat), ada pusat pemerintahan di Selatan, seharusnya ada penjara/permukiman di sebelah Utara, dan ada pusat perdagangan, bisa Pecinan, bisa Blok Kauman di Timur. Struktur dengan filosofi yg dalam ini perpaduan dari konsep Mataram Islam, lalu masuk para pendatang baik dari China, Jazirah Arab maupun Eropah.

Alun-alun sekarang yang cara pemeliharaannya sederhana saja terlantar, kok malah ingin membuat Taman Kota yang lebih rumit dan lebih membutuhkan perhatian.

Kalau Alun-alun yang sekarang terkesan jelek dan kumuh, itu bukan karena Alun-alunnya tapi lantaran terlantar pemeliharaannya.
Pemerintah sebaiknya lebih serius dalam membangun akhlak warga Kota Cirebon yang memiliki ruh sebagai Kota Wali.

Isu Alun-alun di malam hari sebagai tempat transaksi narkoba, tempat pacaran, esek-esek dan semacamnya jangan dianggap angin lalu. Pemerintah seharusnya peka terhadap isu miring ini, meski selalu sulit dibuktikan. Setidaknya pemkot bisa menempatkan aparat seperti Satpol PP di malam hari hingga dini hari agar ketertiban lebih terjamin.

Kerugian yang pasti ditimbulkan jika Alun-alun berubah menjadi Taman Kota :
1. Kita tidak punya lagi lapangan yang lega untuk kegiatan Sholat Ied, Tabligh Akbar dsb.
2. Anak-anak SD Kebon Baru, Kartini, Silih Asuh, SMP 1, SMP 2 kehilangan arena olahraga yang leluasa.
3.Taman Kota sangat berpotensi sebagai jembatan suburnya degradasi moral seperti tempat pacaran, bahkan bisa menjelma menjadi Taman Lawang (Jakarta) atau Taman Maluku (Bandung).

Kita harus berani jujur, tinggalkan akal-akalan, jangan menyiasati rakyat untuk kepentingan sesaat. Jangan sampai Alun-alun dipindah ke Kebon Pelok.

Saya berharap Pemkot jangan memaksakan diri dan sebaiknya DPRD meninjau ulang serta jangan sungkan untuk membela kepentingan warga.

Semoga Kota Cirebon tetap lebih mengedepankan menuju Kota Wali sebagaimana “seharusnya” tanpa harus tergerus oleh alasan-alasan yang mengatasnamakan modernisasi. Akhlak anak cucu kita harus dijaga, dipersiapkan dan difasilitasi yang mengarah pada ketaqwaan.

Ingsun Titip Alun-alun Kejaksan jangan sampai alih fungsi menjadi Taman Kota. “Lenyapnya” Lapangan Gunungsari sudah semestinya harus menjadi pelajaran berharga. Warga Kota Cirebon kini tak lagi memiliki sarana olahraga yang strategis. Sungguh tragis… (*)

*) Penulis adalah 
Pendiri FBBC (Forum 
Bela Budaya Cirebon)

Baca juga keterkaitannya : Alun-alun dan Taman Kota

Forum Peduli Alun-alun Kejaksan Desak Walikota Hentikan Pembangunan Taman Kota

KEJAKSAN- Puluhan massa dari Forum Peduli Alun-alun Kejaksan yang terdiri dari Budayawan, aktivis, mahasiswa dan tokoh masyarakat, mendatangi Gedung DPRD Kota Cirebon, Rabu (20/11). Mereka menolak rencana perubahan fungsi alun-alun Kejaksan, untuk menjadi taman kota sesuai dengan Peraturan Daerah No 11 Tahun 2011 tentang Sarana Olahraga dan Retribusi.

Forum menuntut perubahan isi Perda yang akan mengubah fungsi alun-alun itu. Perubahan alun-alun menjadi taman kota merupakan upaya keliru. Karena, alun-alun kejaksan merupakan icon Kota Cirebon, yang selama ini banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Apabila alih fungsi dilakukan, banyak pihak akan merasa dirugikan. Selama ini, alun-alun menjadi tempat aktifitas sejumlah sekolah.

“Pokoknya isi Perda itu harus dirubah. Pembangunan Taman Kota harus dihentikan, dan tidak ada lagi aktifitas pembangunan di alun-alun,” Suyanto, Koordinator aksi.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Budayawan Cirebon, Nurdin M Noer. Ia mengatakan, alun-alun dan benda cagar budaya lainnya, diharapkan dapat dilindungi oleh Perda tersendiri. Agar terpelihara dan terlestarikan, sehingga tidak akan ada pihak yang dapat merubah fungsi aslinya.
“Kalau bisa, alun-alun dan benda cagar budaya itu dibuatkan Perda. Pemerintah Kota Cirebon harus memikirkan kelestariannya,” ujarnya.

Desakan Forum ini, ditanggapi Ketua DPRD Kota Cirebon dan sejumlah anggota dewan. Ketua DPRD mengatakan, tuntutan ini akan ditindaklanjuti dengan melakukan pembahasan dengan Dinas terkait, bahkan langsung Walikota Cirebon, Ano Sutrisno. Dewan pada dasarnya mendukung tuntutan Forum, agar alun-alun tetap pada fungsi dasarnya. Pihaknya akan mengklarifikasi kepada Eksekutif, karena selama ini belum ada konfirmasi lanjutan pembangunan taman kota itu.

“Setahu saya, Eksekutif belum mengajukan anggaran pembangunan taman kota. Karena, anggaran yang diperlukan tidak sedikit. Kami juga setuju, alun-alun tetap pada fungsinya saat ini, ” ujar Yuliarso di depan Forum.

Saat ini sedang dilakukan penataan alun-alun, berupa pembuatan area resapan air untuk menghindari banjir. Kegiatan inilah, yang memicu kembali munculnya rencana perubahan fungsi Alun-alun Kejaksan.(yan) #Radar Cirebon

Desak Dewan Stop Pembangunan

CIREBON – Janji Forum Peduli Alun-Alun Kejaksan (Forpak) untuk mendatangi para wakil rakyat, bukan hanya gertak sambal. Saat berdialog dengan para anggota DPRD, puluhan massa meminta agar pembangunan alun-alun Kejaksan dihentikan dan alat-alat berat dikeluarkan dari area alun-alun.

Budayawan Cirebon Nurdin M Noer menegaskan, jika tetap menjadikan alun-alun sebagai taman kota, maka pihaknya beserta seluruh elemen masyarakat akan melakukan iuran dan meratakan dengan tanah seluruh bangunan yang telah didirikan atas nama taman kota dan RTH. “Sama-sama melanggar hukum. Alun-alun Kejaksan itu cagar budaya. Perda yang menyebut lapangan Kejaksan menjadi taman kota harus diubah,” tegasnya.

Menurut Nurdin, Pemkot Cirebon telah melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam pasal 5 menyebutkan bahwa benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila telah berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun, dan memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Forpak dan Nurdin menilai, Pemkot Cirebon dan DPRD Kota Cirebon, sangat tidak paham kebudayaan mengenai tata ruang tradisional. Pasalnya, mereka menganggap alun-alun hanya sebagai tempat upacara dan kegiatan seremonial lainnya. Sehingga, hal itu dapat dialihkan ke lapangan Kebon Pelok. Padahal, alun-alun Kejaksan dibangun sejak 1905 oleh Bupati Salmon sebagai kesatuan dan harmoni antara birokrasi (pemerintahan) yang disimbolkan dengan pendopo atau kadipatenan, sebelah barat masjid, alun-alun dan pohon beringinnya, pasar (Pasar Pagi) dan penjara di Jalan Sisingamangaraja.

Karena itu, lanjutnya, alih fungsi alun-alun menjadi taman kota, sebagai penghancuran peradaban dan kearifan lokal. Artinya, jika mereka tetap ngotot untuk mengalihfungsikan alun-alun Kejaksan, berarti pemerintah kota dan DPRD Kota Cirebon tidak paham terhadap peradaban. “Alun-alun bukan hanya sebagai tempat upacara, tetapi memiliki nilai historis dan filosofis yang tinggi,” kata Nurdin M Noer.

Anggota Forpak, Subur Karsa menilai proyek penataan alun-alun Kejaksan hanya akal-akalan. Karena itu, dia mendesak agar seluruh kegiatan yang berlangsung di atas alun-alun Kejaksaan segera ditarik. “Angkut semua alat-alat berat di alun-alun. Kegiatan penataan harus disetop dan ubah perda,” tuntutnya.

Ketua Panitia Cirebon bershalawat, H Andi Yusuf mengatakan, jika alun-alun menjadi taman kota, akan lebih banyak sisi negatifnya dibandingkan manfaat. Senada, Koordinator Forpak, Drs Suyanto menegaskan, alun-alun Kejaksan tidak boleh diubah, termasuk tidak perlu ada penataan.

Pada kesempatan itu, sekitar 60 massa Forpak ditemui langsung Ketua DPRD Kota Cirebon, HP Yuliarso BAE, Wakil Ketua DPRD, Edi Suripno SIP dan Anggota DPRD Kota Cirebon, Priatmo Adji. Melalui selembar kertas bermaterai, DPRD Kota Cirebon menyatakan menolak perubahan fungsi alun-alun Kejaksan menjadi taman kota.

Edi Suripno menjelaskan, dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Retribusi Sarana Olahraga, pasal 3 ayat (5) huruf b disebutkan, lapangan Kejaksan diperuntukan menjadi taman kota. “Itu regulasi. Pasti telah mempertimbangkan faktor sosiologis, filosofis dan historis,” terangnya.

Edi Suripno menegaskan, alun-alun Kejaksan hanya ditata setelah terjadi kerusakan pasca Idulfitri tahun ini. “Kalau menjadi taman kota, butuh setidaknya Rp6 miliar. Anggaran Rp400 juta pasti hanya penataan saja,” tukasnya.

Menurutnya, Kota Cirebon tetap harus memiliki taman kota, namun soal lokasinya masih diperbincangkan. Selain itu, amanat UU Lingkungan Hidup mewajibkan Kota Cirebon memiliki minimal 20 persen Ruang Terbuka Hijau (RTH). Saat ini baru 9 persen dipenuhi.

Terkait penghentian proyek pekerjaan penataan alun-alun Kejaksan, hal itu membutuhkan proses. “Tidak bisa langsung. Semua ada prosedurnya,” terang Edi.

Politisi PDIP itu menegaskan, alun-alun Kejaksan tidak menjadi taman kota. Sebab, Pemerintah Kota Cirebon tidak mungkin membangun taman kota di alun-alun Kejaksan tanpa persetujuan dari DPRD Kota Cirebon. Hal senada disampaikan anggota DPRD Kota Cirebon, Priatmo Adji. Dikatakan, alun-alun hanya penataan dan tidak ada taman kota di atasnya.

Ketua DPRD Kota Cirebon, Yuliarso menyatakan, DPRD Kota Cirebon mendukung dan setuju alun-alun Kejaksan tetap menjadi seperti saat ini. Tanpa taman kota dan alih fungsi lainnya terkait Perda Nomor 11 tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Retribusi Sarana Olahraga yang menyebutkan lapangan kejaksan diperuntukan menjadi taman kota, akan diubah. “Dewan akan mengubahnya. Kami akan komunikasikan ini dengan wali kota,” terangnya. (ysf)

Puluhan Warga Demo Alih Fungsi Alun Alun Kejaksan

forpak forum peduli alun-alun kejaksan
CIREBON, (PRLM).- Puluhan warga yang menamakan diri Forum Warga Peduli Alun Alun Kejaksan berunjukrasa ke gedung DPRD Kota Cirebon, Rabu (20/11/2013). Massa yang terdiri dari budayawan, pemuda, mahasiswa, akademisi dan sejumlah komponen warga memprotes alih fungsi alun alun Kejaksan menjadi taman kota.

Menurut juru bicara forum yang juga budayawan Nurdin M Noer, alih fungsi alun alun Kejaksan menjadi taman kota, merupakan tindakan pengingkaran sejarah dan budaya. "Alih fungsi alun alun Kejaksan menjadi taman kota menyalahi tata ruang tradisional masyarakat Jawa," kata Nurdin.

Dikatakan Nurdin, berdasarkan tradisi masyarakat Jawa, antara mesjid agung atau dulu disebut langgar agung, pendopo atau kantor bupati, alun alun dan pohon beringin, merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Pengunjukrasa lain yang juga seniman Sumbadi Sastra Alam menegaskan, penataan alun alun Kejaksan sudah melanggar UU Cagar Budaya No 11/2010 tentang Cagar Budaya.

"Kalau memang alih fungsi alun alun sudah diundangkan dalam Perda, bukan berarti harus dilaksanakan. Secara hukum Perda tersebut gugur dengan sendirinya, karena melanggar UU diatasnya," kata Sumbadi.

Massa meminta pemerintah menghentikan kegiatan yang saat ini sudah dimulai di alun alun Kejaksan.

Pengunjuk rasa diterima Ketua Dewan Yuliarso, Wakil Ketua DPRD Edi Suripno dan anggota dewan Priatmo Adji.

Menurut Edi Suripno, berdasarkan penjelasan yang diterimanya dari eksekutif, kegiatan yang saat ini dilakukan di alun alun Kejaksan bukan untuk alih fungsi tetapi hanya sekedar penataan. "Saat ini kondisi alun alun sudah banyak kerusakan teruma kondisi paving blocknya," katanya.

Namun massa tetap meminta kegiatan di alun alun untuk distop sementara. (A-92/A-147)*** Rabu, 20/11/2013 - 11:56 # Pikiran Rakyat

Al-Manar Desak Pemkot Kaji Ulang Alih Fungsi Alun-alun Kejaksan

KEJAKSAN- Adanya wacana pemindahan alokasi fungsi alun-alun Kejaksan kembali menuai protes.

Koordinator Al-Manar, Andi Mulya mengatakan pihaknya tidak menyetujui pemindahan alun-alun tersebut.

“Dilihat dari segi agama dan kemaslahatan umat, kami dari ormas Islam memandang bahwa pemindahan alih fungsi alun-alun Kejaksan menjadi taman kota belum tepat. Kalau hal itu sampai terjadi, maka kami yakin kedepannya taman kota itu pasti dipakai untuk tempat maksiat. Karena dimana-mana juga, yang namanya taman Kota pasti bakal dijadikan tempat maksiat dan mesum walaupun Pemkot Cirebon tidak punya niatan menyediakan tempat maksiat secara terbuka, tapi itu akan secara tidak langsung akan membuat para kawula muda mudi untuk maksiat.  Belum dijadikan taman Kota aja, maksiat disekitar alun-alun (terutama di halte) sudah marak, apalagi kalau sudah dijadikan sebagai taman Kota,” katanya.

Ia menambahkan bahwa pihaknya juga mempertanyakan kemampuan Pemkot Cirebon dalam mencegah kemaksiatan disekitar alun-alun.

“Kalau alun-alun Kejaksan dirubah menjadi taman Kota, apakah Ano Sutrisno (Walikota Cirebon) mampu enggak untuk menjaga ketertiban taman kota dari praktik maksiat. Saya yakin kedepannya Ano Sutrisno enggak bakalan mampu mencegah kemaksiatan. Sebagai contoh ketidakmampuan Pemda dalam mencegah kemaksiatan sudah terbukti dalam perawatan Taman Kota Sumber,” tuturnya.

Ia berharap Pemkot mempertimbangkan alih fungsi alun-alun Kejaksan.
“Demi menjaga nama baik Kota Cirebon sebagai kota Wali dan Masjid Raya At-Taqwa, maka kami minta agar Pemkot dalam hal ini tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Karena jika Pemkot salah ambil keputusan, maka jangan salahkan kami, kalau nantinya taman kota sudah ada dan dijadikan tempat maksiat, maka kami dari ormas Islam akan mengacak-acak keberadaan orang-orang yang berbuat mesum dan maksiat disekitar taman Kota,” tandasnya. (ful/rcc) # Radar Cirebon

“Proyek Alun-alun” Jalan Terus

CIREBON – Penolakan terhadap rencana pembangunan Alun-alun Kejaksan Kota Cirebon menjadi taman kota, semakin meluas. Tidak hanya unsur elemen masyarakat yang tergabung dari berbagai profesi dan latar belakang, anggota DPRD Kota Cirebon, termasuk pihak yang menentang rencana taman kota di Alun-alun Kejaksan.

Menanggapi hal ini, Wali Kota Cirebon Drs H Ano Sutrisno MM dengan tegas mengatakan tidak akan ada taman kota di Alun-alun Kejaksan. Hal ini disampaikan kepada Radar seusai menghadiri rapat paripurna di gedung DPRD Kota Cirebon, Selasa (19/11). Ano menerangkan, pada era wali kota sebelumnya, konsep awal Alun-alun Kejaksan memang menjadi taman kota. Bahkan, hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Retribusi Sarana Olahraga. Dimana, dalam pasal 3 ayat (5) huruf b disebutkan, lapangan Kejaksan diperuntukan menjadi taman kota. “Mungkin awalnya dari situ,” terkanya.

Namun, setelah melihat konsep yang sudah disusun sebelum era kepemimpinannya tersebut secara seksama dan mendalam, Ano menolak jika Alun-alun Kejaksan menjadi taman kota. “Saya putuskan Alun-alun Kejaksan tidak menjadi taman kota. Hanya penataan saja,” tegasnya.

Pekerjaan yang dilakukan saat ini di Alun-alun Kejaksan, hanya penataan untuk memaksimalkan fungsi alun-alun sebagai tempat berkumpul dan melakukan kegiatan bersama-sama. Penataan tersebut, bertujuan memperindah alun-alun Kejaksan, tanpa menghilangkan atau mengubahnya.

Ano meyakinkan, apa yang dikhawatirkan banyak pihak akan Alun-alun Kejaksan tersebut, tidak benar.

Ke depan, Alun-alun Kejaksan tetap menjadi lapangan upacara dan kegiatan sosial keagamaan lainnya. Meskipun demikian, lanjutnya, Perda Nomor 11 tahun 2011 tersebut, tidak perlu diubah. Hanya saja, pemahaman pengertian akan definisi dan penerapan taman kota, harus disamakan dengan pemahaman Pemerintah Kota Cirebon.

“Jangan berpikir taman kota itu seperti taman rumah. Alun-alun sudah termasuk taman kota, hanya perlu ditata dan dibenahi agar lebih nyaman saat digunakan,” tukasnya. Terlebih memasuki musim hujan, dipastikan lapangan menjadi becek dan tidak nyaman digunakan.

Pejabat DPUPESDM Kota Cirebon selaku pelaksana kegiatan penataan alun-alun Kejaksan, Pungki Hertanto ST mengatakan, siteplan atau gambar denah rencana pembangunan Alun-alun Kejaksan sudah pernah diajukan kepada Wali Kota Ano Sutrisno. Namun, Wali Kota Ano menolaknya karena Alun-alun Kejaksan hanya untuk penataan. Bukan taman kota. Karena itu, melalui dana APBD Kota Cirebon tahun 2013, ada anggaran Rp400 juta untuk pengaspalan dan membuat rembesan air hujan.

“Kalau ada dana lagi, tahun depan bisa dilanjutkan penataannya,” ujar Pungki kepada Radar, Selasa (19/11).

Pengaspalan dimaksudkan agar jalan menuju lokasi parkir tidak rusak. Sementara, rembesan agar lapangan tidak tergenang air saat musim hujan seperti saat ini. Untuk nilai penataan aspal dan membuat rembesan, masing-masing bernilai Rp200 juta berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). “Totalnya Rp400 juta. Keduanya pengadaan langsung. Tidak melalui lelang,” terangnya. Hingga saat ini, pengerjaan masih berlangsung.

Pungki menerangkan, harusnya pengerjaan dua proyek itu selesai beberapa minggu lalu. Namun, karena ada pasar malam di Alun-alun Kejaksan dengan durasi hampir satu bulan, otomatis membuat pengerjaan tidak dilakukan selama waktu tersebut.

Anggota DPRD Kota Cirebon, Sunarko Kasidin SH MH mengingatkan, Alun-alun Kejaksan merupakan kebanggaan masyarakat Kota Cirebon. Sehingga, harus tetap dijaga seperti apa adanya. Tanpa perlu membangun taman kota dan sejenisnya. “Kalau penataan untuk lebih baik, tidak masalah. Terpenting, jangan diubah menjadi taman kota,” tegasnya. Terlebih, membuat taman air mancur di tengah-tengahnya, Sunarko tegas menolak.

Dikatakan pria yang akrab disapa Abah Ako itu, Taman Krucuk yang tidak jelas hingga saat ini, cukup menjadi peringatan keras agar tidak terulang di Alun-alun Kejaksan.

Ketua Komisi B DPRD Kota Cirebon, Azrul Zuniarto SSi APTfarm mendukung keberadaan taman kota di Alun-alun Kejaksan. Menurutnya, rancangan taman kota tidak akan mengubah Alun-alun Kejaksan secara mendasar. Bahkan, untuk aktivitas ibadah tetap dapat berjalan. “Daripada alun-alun tidak bagus, lebih baik diperindah dengan membuat taman,” tukasnya. Terkait itu, Azrul mengharapkan agar area parkir di alun-alun tersebut tidak terlalu luas. Sebab, jika lahan parkir luas, akan mengganggu konsep penataan Alun-alun Kejaksan. (ysf) #Radar Cirebon

Kondom Berserakan di Alun-alun Kejaksan

Radar Cirebon, Jumat, 28 Maret 2014.
***Wali Kota Kaget, Sebut PR bagi Satpol PP dan DKP 

KEJAKSAN- Kampanye simpatik Partai Hanura di Alun alun Kejaksan, Kamis (27/3), memunculkan cerita yang mengagetkan. Saat peserta kampanye membersihkan alun-alun, ditemukan kondom berserakan. Tidak hanya itu, celana dalam juga banyak ditemukan di alun-alun yang berhadapan dengan Masjid Raya At-Taqwa tersebut.
Ketua DPC Partai Hanura Kora Cirebon Drs Sunarko Kasidin SH MH mengakui kampanye putaran ketiga pihaknya memilih membersihkan Alun-alun Kejaksan. “Tentu saja ini sangat mengejutkan bagi kami. Alun-alun Kejaksan yang mestinya untuk hal-hal yang positif, justru dijadikan tempat maksiat. Ini harus jadi perhatian serius pemkot,” ujarnya.
Ketua Bapilu DPC Partai Hanura Kota Cirebon, Sobari Pasha, juga menyesalkan alun-alun yang seharusnya menjadi kebanggaan warga kota wali justru dinodai dengan ulah pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. “Jelas sekali ini menampar wajah Kota Cirebon sebagai kota wali. Kami benar-benar kaget kok bisa banyak kondom berserakan di sini,” katanya.
Wali Kota Cirebon Drs H Ano Sutrisno MM juga kaget dengan temuan itu. Ano pun menegaskan ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemkot, khususnya Satpol PP dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) untuk meningkatkan pengawasan. “Ini akan menjadi bahan evaluasi kita untuk menertibkan Alun-alun Kejaksan,” tegas Ano.
Sementara Kepala Satpol PP Kota Cirebon Drs Andi Armawan juga tak kalah kaget dengan berita ini. Pasalnya, Alun-alun Kejaksan berada tepat didepan Masjid Raya At-Taqwa yang menjadi kebanggaan Kota Cirebon. “Saya prihatin dan sedih mendengar informasi itu. Terima kasih masukan informasinya, ini pelecut semangat Satpol PP untuk lebih gencar razia,” ujarnya kepada Radar, Kamis (27/3).
Andi menyayangkan oknum tersebut berbuat mesum di tempat umum seperti Alun-alun Kejaksan. Selama ini, pihaknya rutin melakukan razia prostitusi di beberapa tempat yang dianggap banyak digunakan untuk itu, seperti hotel dan kos-kosan.
Jika kemudian Alun-alun Kejaksan digunakan sebagai tempat berbuat mesum, Andi Armawan berjanji akan melakukan penertiban dan razia lebih intensif di alun-alun kejaksan. Tidak hanya itu, Satpol PP meminta semua pihak untuk turut serta mengawasi alun-alun Kejaksan. Khususnya masyarakat sekitar yang setiap hari berada di wilayah itu.
Sepengetahuannya, Alun-alun Kejaksan selalu ramai dari pagi hingga pagi lagi. Karena itu, Andi Armawan akan lebih memfokuskan penertiban di alun-alun tersebut. Bila diperlukan, petugasnya akan berjaga setiap malam di lokasi tersebut. (abd/ysf) * Radar Cirebon

Sultan Sepuh Tidak Restui Alih Fungsi Alun-alun Kejaksan


CIREBON – Genderang penolakan atas rencana perubahan alun-alun Kejaksan menjadi taman kota semakin nyaring. Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Arief Natadiningrat menyatakan menolak keras dan tidak merestui rencana itu. Sementara tokoh Cirebon, Habib Hasan Al-Kaff akan menggalang tanda tangan seluruh dewan kemakmuran masjid (DKM) di Cirebon untuk menggagalkan alih fungsi alun-alun Kejaksan.

Kepada Radar, Sultan Sepuh menegaskan, desain Alun-alun Kejaksan sudah menjadi ikon Kota Cirebon. Alun-alun menyatu dengan pendopo dan Masjid Raya At-Taqwa. Konsep seperti itu, lanjutnya, merupakan wujud satu kesatuan dan memiliki nilai filosofis. Selain itu, nilai historis Alun-alun Kejaksan menjadi pertimbangan penting lainnya. “Alun-alun Kejaksan jangan diubah menjadi taman kota. Biarkan tetap menjadi alun-alun seperti saat ini,” ujarnya kepada Radar, belum lama ini.

Diakuinya, saat ini Kota Cirebon kekurangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan taman kota. Namun, bukan berarti Alun-alun Kejaksan lantas diubah fungsinya. Sultan malah mengusulkan lima titik yang dapat dimaksimalkan menjadi taman kota. Yakni, Taman Krucuk yang saat ini sudah rampung namun dibiarkan mangkrak, sepanjang sungai di Kalibaru dan Sukalila, lapangan Kesenden, Kebumen, dan Taman Ade Irma Suryani.

Jika kelima tempat itu dimaksimalkan, Arief meyakini kebutuhan Kota Cirebon akan taman kota dan RTH dapat terpenuhi. Di samping itu, mantan anggota DPD RI itu menilai, alun-alun Kejaksan sarat dengan manfaat. Di antaranya, digunakan untuk Salat Idul Fitri dan Idul Adha maupun kegiatan sosial keagamaan lainnya.

Arief mempersilakan wali kota bersama jajarannya untuk menata kembali Alun-alun Kejaksan. Namun, alun-alun Kejaksan tidak boleh diubah menjadi taman kota. “Alun-alun Kejaksan direhab dan ditata saja, jangan diubah menjadi taman kota,” harapnya.

Ketua Komunitas Budaya Cirebon, R Subagja mengatakan, Alun-alun Kejaksan memiliki nilai historis. Tanggal 15 Agustus 1945, Dr Sudarsono memproklamirkan kemerdekaan Indonesia di Alun-alun Kejaksan, setelah mendengar Jepang menyerah pada sekutu sehari sebelumnya. Selain itu, fungsinya sangat beragam, mulai dari kegiatan keagamaan, sosial, budaya, dan tempat bermain serta kegiatan sekolah. “Wali Kota Ano mengusung jargon pro perubahan. Saya berharap Alun-alun Kejaksan tidak diubah menjadi taman kota,” pintanya.

Diakuinya, taman kota sangat penting bagi kota dengan penduduk lebih dari 300 ribu jiwa ini. Namun, bukan berarti Alun-alun Kejaksan diubah menjadi taman kota. Menurutnya, banyak area lain yang bisa dimaksimalkan menjadi taman kota. Bahkan, taman kota yang saat ini ada, tidak terawat dan tidak difungsikan. Lenyapnya lapangan Gunungsari, menjadi pelajaran bagi Kota Cirebon untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Subagja menegaskan, Alun-alun Kejaksan sampai kapan pun jangan diubah fungsi. Sebab, menjadi representasi Kota Cirebon.

Tokoh Cirebon, Habib Hasan Al-Kaff juga tegas menolak alun-alun Kejaksan menjadi taman kota. Menurutnya, jika hal itu dipaksakan, sama dengan merusak tatanan moral generasi penerus bangsa dan warga Kota Cirebon. Lokasinya yang tepat berada di depan masjid Raya At-Taqwa, membuat alun-alun Kejaksan hanya menjadi tempat berbuat maksiat jika dipaksakan menjadi taman kota. “Kami merencanakan menggalang tanda tangan seluruh DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) untuk melakukan penolakan,” tegasnya kepada Radar, Senin (18/11).

Sementara itu, Koordinator Gapas Cirebon, Andi Mulya menolak wacana pengalihfungsian status Alun-alun Kejaksan menjadi Taman Kota. Karena, bila sampai terjadi, hal itu sama saja dengan Pemerintah Kota Cirebon menyediakan tempat untuk melakukan maksiat. Mengingat beberapa contoh taman kota yang ada di sejumlah wilayah di sekitar Kota Cirebon pun disalahgunakan menjadi tempat maksiat. “Kalau memang benar sampai dialihfungsikan, itu sama saja menyediakan tempat maksiat. Posisi alun-alun di depan masjid,” ujarnya.

Lebih jelas dikatakan Andi, bila wacana ini tetap dilanjutkan, pihaknya bersama organisasi masyarakat lainnya akan menyampaikan penolakan pada pemerintah. Dirinya berharap pemerintah bisa kembali memikirkan ulang wacana ini, karena pengalihfungsian alun-alun menjadi taman kota tidak tepat.
“Memang secara tampilan jadi bagus, tapi ya sama saja menyediakan tempat maksiat. Karena belum tentu juga pihak Satpol PP ataupun kepolisian bisa melakukan pengamanan lokasi dengan baik. Sekarang saja kadang keberadaan alun-alun suka disalahgunakan,” tukasnya.

Pakar Tata Kota International yang juga orang Cirebon, Prof Dr Hadi Susilo Arifin mengatakan, Kota Cirebon jangan memaknai taman kota menjadi satu hal yang berbeda dengan alun-alun. Menurutnya, alun-alun adalah makna yang sama bagi taman kota.

Pria yang telah melanglang buana di seluruh benua itu memaparkan, informasi yang didengar tentang akan diubahnya alun-alun Kejaksan menjadi taman kota, membuatnya harus bertindak dan turun langsung. Bahkan, Hadi siap berdiskusi dengan siapa pun yang berkeinginan mengubah Alun-alun Kejaksan menjadi taman kota. “Alun-alun itu sudah menjadi taman kota. Tinggal ditata saja,” ujarnya.

Lalu apa tanggapan pemerintah? Kepala DKP Kota Cirebon, Drs Sumanto mengatakan, alun-alun Kejaksan diubah menjadi taman kota adalah amanat Perda Nomor 11 tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Retribusi Sarana Olahraga. Dalam pasal 3 ayat (5) huruf b disebutkan, lapangan Kejaksan diperuntukan menjadi taman kota. Hal ini menjadi landasan DKP, DPUPESDM, maupun Bappeda Kota Cirebon untuk menjadikan taman kota di alun-alun Kejaksan. “Semua unsur terkait mengacu pada Perda ini. Aturan itu menjadi landasan utama alun-alun Kejaksan menjadi taman kota,” terangnya kepada Radar, Senin (18/11).

Terkait langkah penataan dengan melakukan berbagai kegiatan seperti pengaspalan dan sebagainya, hal itu di luar kewenangan DKP. Sebab, urusan teknis pengerjaan proyek, sambung Sumanto, menjadi tugas dan kewajiban DPUPESDM. “Kalau sudah jadi taman kota, baru itu tugas DKP yang mengelola dan memelihara,” ujarnya.

Dalam pro kontra rencana pembangunan taman kota di alun-alun Kejaksan, Sumanto mengembalikan segala sesuatunya kepada Bappeda. Menurutnya, Bappeda merupakan koordinator seluruh kegiatan pembangunan, termasuk penataan alun-alun Kejaksan.

Adapun rencana Forum Peduli Alun-alun Kejaksan (Forpak) untuk melakukan audiensi dengan DPRD Kota Cirebon, Sumanto tidak mempersoalkan. “Kalau ada ormas yang ingin melakukan penolakan, silakan saja. Ada DPRD Kota Cirebon yang menjadi ruang publik menyampaikan aspirasi,” terangnya. Koordinator Forpak, Drs Suyanto menyatakan, audiensi pada Rabu besok (20/11) hanya dihadiri oleh 50 perwakilan. Selain itu, Suyanto menegaskan tidak akan ada aksi massa dalam jumlah besar dan anarkis. “Jangan percaya kalau ada selebaran, sms tidak bertanggung jawab. Ini audiensi damai,” terangnya.

Terpisah, Ketua Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi dan Sumber Daya Mineral (DPUPESDM) Kota Cirebon, Edi Kuwatno menjelaskan, saat Ramadan lalu, muncul wacana untuk memperindah dan memperbaiki kondisi Alun-alun Kejaksan tanpa mengubah fungsi apapun. Sehingga, perbaikan pun dilakukan di APBD perubahan.

“Ya itu hanya penataan saja. Tidak mengubah fungsi apapun,” ujarnya.

Dalam penataan ini, sejumlah hal diperbaiki. Mulai dari pengaspalan lahan parkir dan juga pembuatan rembesan agar tidak kumuh. “Tapi fungsinya tidak berubah sama sekali,” ujarnya.

Ditanya nilai perbaikan, Edi menjelaskan nilai penataan tersebut tidak sampai melebihi Rp200 juta. Namun dirinya lupa angka pasti dari proyek penataan alun-alun Kejaksan itu.

“Nilai perbaikannya sekitar Rp100 jutaan. Saya lupa pastinya,” tukasnya.

Mengapa memilih diaspal ketimbang dipaving? Edi mengatakan, pengaspalan hanya untuk lahan parkir mobil saja, bukan untuk keseluruhan Alun-alun Kejaksan. Nantinya secara bertahap, baru akan ada wacana pemavingan Alun-alun. (ysf/kmg)* Radar Cirebon

Tolak Perubahan Alun-alun Kejaksan

CIREBON – Penolakan atas rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon mengubah Alun-alun Kejaksan menjadi taman kota, semakin meluas. Sejumlah elemen menganggap, alih fungsi menjadi taman kota akan merusak nilai sejarah dan berpotensi menjadi sarang maksiat. Padahal, alun-alun berdekatan langsung dengan Masjid At-Taqwa.

Koordinator Forum Peduli Alun-alun Kejaksan (FORPAK), Drs Suyanto mengajak semua elemen untuk bergabung menolak rencana pemerintah kota yang dinilainya berbahaya itu. “Siapapun yang peduli dengan alun-alun Kejaksan, silakan bergabung,” ajaknya.

Forpak yang terdiri dari seniman, budayawan, aktivis, hingga tokoh masyarakat itu, berjanji untuk mempertahankan alun-alun Kejaksan menjadi lapangan seperti saat ini. Karena pemkot ngotot untuk membangunnya, maka Forpak merasa perlu melakukan audiensi dengan DPRD Kota Cirebon sebagai wakil rakyat lebih dari 300 ribu warga. “Kami akan melakukan audiensi pada Rabu (20/11) besok. Surat pemberitahuan ke DPRD dan izin Polres Cirebon Kota, akan dilayangkan Senin (18/11),” terangnya.

Audiensi menjadi langkah penting, karena alun-alun Kejaksan sudah mulai diaspal. Menurutnya, hal itu sama dengan melecehkan akal sehat dan warga Kota Cirebon. “Alun-alun Kejaksan itu penuh sejarah dan merupakan identitas Kota Cirebon,” bebernya.

Forpak akan terus mewaspadai langkah Pemkot Cirebon yang beralasan hanya menata alun-alun. Padahal, ditengarai akan menjurus ke alih fungsi menjadi taman kota. Suyanto pun mendesak Pemkot Cirebon membuka desain, masterplan, dan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) pembangunannya.

Senada, tokoh pemuda Kota Cirebon, Lukman Nul Hakim mengatakan, jika Pemkot Cirebon melalui DPUPESDM tetap melakukan pembangunan taman kota di Alun-alun Kejaksan, maka dia dan seluruh lapisan masyarakat akan menolaknya. Tetapi, jika niatan untuk memperindah alun-alun Kejaksan tanpa menghilangkan fungsi keseluruhan, dia bisa menerimanya. “Jangan ubah alun-alun menjadi taman kota. Termasuk membuat taman air mancur di tengahnya. Jangan!” tegas Lukman.

Menurutnya, Alun-alun Kejaksan menjadi ikon Kota Cirebon. Karena itu, nilai budaya, sejarah dan aset Kota Cirebon, tidak boleh hilang atau berubah hanya karena keinginan beberapa pihak. Lukman meyakini, jika melakukan survei kepada seluruh lapisan masyarakat Kota Cirebon, maka warga akan menolak pembangunan itu. “Pembangunan taman kota di alun-alun Kejaksan harus dibatalkan,” tandasnya.

Terpisah, Plt Kepala Seksi Tata Bangunan Bidang Cipta Karya DPUPESDM Kota Cirebon, Pungky Hertanto menjelaskan, penataan alun-alun Kejaksan saat ini baru pada sebagian kecil saja. Desain untuk itu, digunakan secara parsial. Perencanaan semula untuk alun-alun Kejaksan, akan dibuat taman air. Namun, dalam perjalanannya, taman kota di Alun-alun Kejaksan masih menunggu laporan akhir dari sengketa lapangan Kebon Pelok. Dimana, lapangan tersebut akan difungsikan sebagai pengganti tempat upacara alun-alun Kejaksan.

Karena itu, lanjut Pungky, tahun 2013 ini Alun-alun Kejaksan hanya dalam bentuk penataan untuk rembesan air dan pembuatan lapangan pasir saja. Sedangkan pemasangan paving blok, aspal hotmix dan taman air mancur, belum akan dilakukan sebelum sengketa lapangan Kebon Pelok selesai sengketa hukum. “Masih belum jelas status hukumnya. Gugatan memang dimenangkan pemkot, tapi penggugat mengajukan banding,” jelasnya.

Karena itu, DPUPESDM menunggu kejelasan status lapangan Kebon Pelok selanjutnya. Untuk membangun taman kota di Alun-alun Kejaksan, DPUPESDM sebagai dinas teknis akan melakukan penggarapan pembangunan. Pungky memperkirakan, setidaknya butuh Rp1,5 miliar untuk pembangunan taman kota di atas lahan Alun-alun Kejaksan. Selain itu, instruksi wali kota selaku pemegang kebijakan tertinggi di Kota Cirebon, hanya memberikan arahan alun-alun Kejaksan ditata agar lebih nyaman dan indah. “Instruksi beliau (wali kota) belum sampai pembuatan taman kota. Hanya penataan saja,” terangnya.

Karena itu, taman kota di alun-alun Kejaksan akan dibangun sambil menunggu kejelasan status lapangan Kebon Pelok. Persetujuan atau acc dari bagian Hukum Pemkot Cirebon menjadi salah satu tolak ukurnya. Di samping itu, DPUPESDM, kata Pungky, belum mendapatkan anggaran taman kota di tahun ini. Meskipun mendapatkan penolakan dari beberapa pihak, Pungky memperkirakan tahun 2014 pembangunan taman kota di alun-alun Kejaksan mulai dapat digelar secara utuh dan penuh. “Kendala kita saat ini sengketa hukum dan anggaran,” simpulnya tentang rencana pembangunan taman kota di alun-alun Kejaksan.

Sementara, Kepala Bagian Hukum Pemkot Cirebon, Yuyun Sriwahyuni SH menjelaskan, sengketa lahan Kebon Pelok saat ini masih dalam tahap menghadirkan saksi-saksi. Dikatakan Yuyun, dalam putusan tingkat Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon, Pemkot dimenangkan melawan penggugat Maha (almarhum) yang diteruskan putri dan istrinya. “Kita sudah menang. Tapi mereka mengajukan banding,” ujarnya kepada Radar, Minggu (17/11).

Sebelumnya, pada akhir Juni 2013 lalu, Radar Cirebon memberitakan tentang rencana Alun-alun Kejaksan menjadi taman kota. Saat itu Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kota Cirebon mengajukan dana Rp2 miliar ke APBD Perubahan 2013 Provinsi Jawa Barat. Dana tersebut akan digunakan untuk penataan alun-alun Kejaksan. Selain itu, Bappeda mengajukan dana Rp500 juta ke APBD perubahan 2013 Kota Cirebon. Juga untuk penataan alun-alun Kejaksan.

Saat itu, Kepala Bidang Fisik dan Lingkungan Bappeda Kota Cirebon, H Yoyon Indrayana MT mengatakan, ke depan, alun-alun Kejaksan akan kembali ditata. Pihaknya sudah mengajukan ke APBD Perubahan 2013 Provinsi Jawa Barat senilai Rp2 miliar. Juga, Rp500 juta ke APBD Perubahan Kota Cirebon. “Kalau dua-duanya turun, harus diambil salah satu saja. Kami akan ambil yang Rp2 miliar. Agar lebih maksimal dalam penataan alun-alun. Kalau diambil semua bisa temuan BPK,” terangnya kepada Radar, Jumat (21/6).

Yoyon menjelaskan, semangat perubahan yang digelorakan saat ini adalah menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Taman kota yang diagendakan dibuat di areal alun-alun Kejaksan, merupakan bagian dari RTH yang diharapkan dapat menambah nilai kehijauan Kota Cirebon. Beberapa bagian direncanakan akan diperbaiki, di antaranya kondisi lapangan yang tidak maksimal, area jogging trek yang penuh dengan genangan air dan becek. Ke depan, program taman kota tetap diadakan.

Hanya saja, kata Yoyon, taman kota di sini tidak diasumsikan taman yang rindang dan berpotensi dibuat tempat maksiat. Menurutnya, bentuk dan jenis taman kota berbagai macam. Yoyon menjamin, jika taman kota jadi, aktivitas ibadah tetap dapat dilaksanakan dengan baik. “Taman kota hanya bahasa verbal. Jangan berpikir seperti taman hutan,” tukasnya.

Bappeda Kota Cirebon, melakukan banyak konsultasi untuk ke arah penataan alun-alun Kejaksan dan pembuatan taman kota selanjutnya. “Kami tidak sembarangan,” tukasnya. Jika anggaran turun tahun ini, penataan alun-alun segera digelar. Tujuannya selain menambah RTH, juga membuat nyaman yang memanfaatkan alun-alun.

Berdasarkan data di lapangan, penataan alun-alun Kejaksan sudah dimulai. Beberapa bagian alun-alun tersebut diaspal dan dikeruk. Namun, hingga berita ini diturunkan, alun-alun Kejaksan masih terlihat seperti sedia kala. (ysf) * Radar Cirebon

Rp2 Miliar untuk Kebon Pelok

***** Tetap Disiapkan sebagai Pengganti Alun-alun Kejaksan 

 KESAMBI– Pemerintah Kota Cirebon telah dinyatakan sebagai pemenang dalam putusan sengketa lapangan Kebon Pelok melalui putusan di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon. Namun Bappeda belum memiliki rencana jelas terhadap pembangunan atau pemanfaatan lapangan tersebut untuk tahun 2014 nanti. Namun demikian, dana Rp2 miliar sudah disiapkan untuk pembangunan lapangan Kebon Pelok.

Kepala Bidang Fisik dan Lingkungan Bappeda Kota Cirebon Ir H Yoyon Indrayana MT menjelaskan, sejak 2010 lalu, lapangan Kebon Pelok sudah diproyeksikan menjadi pengganti Alun-alun Kejaksan sebagai lapangan upacara. Semangat awal saat itu, ingin mengembangkan wilayah selatan agar lebih dinamis mengikuti perkembangan era modernisasi.

Sejak tahun 2010, perencanaan matang sudah dibuat oleh Bappeda. Dikatakan, lapangan Kebon Pelok sangat tepat untuk tempat kegiatan masyarakat. “Jika di situ ramai, daerah sekitar akan mengikutinya,” ucap Yoyon kepada Radar, Senin (2/9).

Untuk desain pengembangan lapangan yang terletak tepat di depan kantor Kelurahan Kalijaga, Kecamatan Harjamukti, itu sudah dibuat dan disusun secara detail. Di mana, lanjut Yoyon, desain disesuaikan dengan tata kota yang terangkum dalam rencana tata ruang tata wilayah (RTRW).

Rencana pembangunan lapangan Kebon Pelok saat itu mengharuskan anggaran besar. Dalam perjalannya, Bappeda memiliki dana Rp2 miliar yang diperuntukan khusus bagi pengembangan lapangan Kebon Pelok. Secara teknis, sambungnya, pelaksanaan pembangunan sedianya dilakukan DPUPESDM. “Saat ini posisinya ya tinggal pelaksanaan saja,” ungkap pria berkacamata tersebut.

Pasalnya, sejak 2010 hingga saat ini belum ada perubahan rencana pembangunan lapangan Kebon Pelok. Karena itu, perencanaan yang sudah lewat tersebut, tetap bisa dilangsungkan pada tahun ke depan. Namun Yoyo menyayangkan sengketa hukum yang muncul dan tak kunjung selesai.

Meskipun telah dimenangkan pemkot, DPUPESDM belum berani memasukkan ke anggaran untuk pengerjaan, karena khawatir akan diklaim saat pembangunan sudah selesai digarap. “Akan menjadi percuma. 2014 tidak bisa dimasukkan, karena sengketa belum jelas,” bebernya. Yoyon berharap, pelaksanaan tetap dilakukan dengan membangun lapangan Kebon Pelok sebagai magnet kawasan selatan.

Terpisah, Guru Besar Hukum Pidana Unswagati Prof Ibnu Artadi SH MHum menerangkan, putusan PN Cirebon yang memenangkan pemkot belum dapat dijadikan pegangan hukum. Pasalnya, sepanjang tidak ada kekuatan hukum tetap, lapangan tersebut tidak dapat di eksekusi. Kecuali majelis hakim memutuskan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad).

Di mana, meskipun belum berkekuatan hukum tetap (inkrahct van gewijdee), putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu. “Itu bisa dilakukan eksekusi. Walaupun penggugat mengajukan banding,” terangnya kepada Radar, Senin (2/9).

Dalam perjalananya, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan surat edaran agar majelis hakim tidak memutus dengan putusan serta merta. Artinya, jika penggugat mengajukan banding, eksekusi belum dapat dilaksanakan. Mengantisipasi hal itu dan menyiasati agar eksekusi cepat digelar, pemkot dapat mengajukan gugatan pidana atas bukti atau keterangan palsu di pengadilan. “Gugatan pidana mempercepat proses perdata yang berjalan,” terangnya.

Baik pidana maupun perdata, memiliki konstruksi hukum yang sama. Bahkan gugatan pidana pemkot Cirebon dapat menjadi dasar pertimbangan proses hukum perdata atas sengketa lahan Kebon Pelok tersebut.

Karena itu, Prof Ibnu Artadi mendukung langkah pemkot dalam mengajukan gugatan pidana. “Itu sudah tepat. Kalau memiliki bukti kuat, ajukan segera gugatan pidananya,” ucap Prof Ibnu. Pasalnya, langkah tersebut dapat memangkas waktu dari proses perdata yang biasanya berkepanjangan dan tanpa kejelasan. Dalam hukum, lanjutnya, pidana mencari kebenaran materiil. Sementara, perdata cukup dengan formil.

Artinya, jika pemkot merasa kesaksian dan bukti yang diajukan penggugat palsu, bukti tersebut dijadikan landasan utama gugatan pidana. Menurutnya, keputusan pidana dapat menjadi dasar hukum bagi majelis hakim perdata dalam menggugurkan prosesnya. (ysf) Radar Cirebon.

Artikel Terkait :

Ingsun Titip Alun-alun Kejaksan 

Hanura Siap Pertahankan Alun-alun Kejaksan!

Belasan Ribu Jamaah Padati Alun-alun Kejaksan

Back To Top